(diambil dari artikel Sedap Sekejap)
Dalam suasana krisis moneter saat ini, harga protein hewani yang berasal dari daging, ikan, telur, dan susu, semakin mahal. Hingga kian tak terjangkau oleh masyarakat luas. Khususnya yang berpendapatan pas-pasan. Untuk mencegah meluasnya kekurangan energi dan protein (KEP) di Indonesia, perlu digalakkan pemakaian sumber-sumber protein nabati. Penggunaan protein nabati asal kacang-kacangan (seperti tahu, tempe, dan oncom) telah terbukti ampuh untuk mengatasi masalah KEP tersebut.
Bila tempe merupakan bentuk pengolahan pangan warisan budaya nenek moyang suku Jawa, maka oncom warisan nenek moyang suku Sunda. Begitu terkenalnya oncom di kalangan masyarakat Jawa Barat. Sampai terdapat suatu jenis masakan jajanan yang disebut sebagai "combro" yang berarti "oncom di jero" (oncom di dalam). Disebut demikian karena makanan jajanan yang dibuat dari singkong ini menggunakan oncom yang berbumbu pedas di dalamnya sebagai bahan pengisi.
Selain untuk combro, oncom juga banyak digunakan dalam pembuatan pepes, sayur tumis campur leunca, sayur lodeh, keripik oncom, dan lain-lain. Oncom merupakan produk yang dapat dibuat dengan cara memanfaatkan bahan limbah. Seperti, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas singkong, atau ampas kelapa, melalui proses fermentasi dengan menggunakan jasa mikroorganisme berupa kapang. Kapang itu sendiri dapat dianggap sebagai "pabrik" penghasil zat-zat gizi, sebab proses fermentasi oleh kapang dapat meningkatkan nilai dan mutu gizi produk akhir, beberapa kali lipat lebih banyak dibandingkan bahan asalnya.
Dua Jenis Oncom Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu oncom merah dan oncom hitam. Perbedaan kedua jenis oncom tersebut terletak pada jenis kapang serta jenis bahan baku yang digunakan. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang mempunyai strain jingga, merah, merah muda agak kemerahan, dan warna "peach". Sedangkan oncom hitam dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus. Jadi, warna merah atau hitam pada oncom ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi.
Oncom merah umumnya dibuat dari ampas tahu yaitu kedelai yang telah diambil proteinnya dalam pembuatan tahu. Sedangkan oncom hitam umumnya dibuat dari bungkil kacang tanah yang kadang kala dicampur dengan ampas (onggok) singkong atau tepung singkong agar mempunyai tekstur yang lebih baik dan lebih lunak.
Ampas tahu merupakan residu dari pengolahan kedelai menjadi tahu. Bungkil kacang tanah adalah ampas yang berasal dari kacang tanah yang telah diambil minyaknya dengan proses pemerasan mekanis atau proses ekstraksi. Walaupun kedua bahan tersebut berupa limbah, tetapi ditinjau dari segi gizi, sesungguhnya kedua bahan tersebut merupakan bahan yang padat gizi (Tabel 1). Sehingga sangat disayangkan kalau dibuang atau dijadikan pakan ternak.
Bahan baku lainnya yang diperlukan dalam pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom dapat mengeluarkan enzim lipase dan protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang peranan penting dalam penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding sel kacang, dan penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang berbau sedap dan harum.
CARA PEMBUATAN Pembuatan oncom merah maupun oncom hitam pada prinsipnya sama, hanya kapang yang digunakan dalam proses fermentasinya yang berbeda. Fermentasi adalah suatu proses dimana komponen-komponen kimiawi yang kompleks diubah menjadi lebih sederhana akibat pertumbuhan maupun metabolisme mikroba. Tahap-tahap pembuatan kedua jenis oncom tersebut meliputi: perendaman bungkil, pencucian, penirisan, penambahan bahan pencampur, pengukusan, pencetakan, inokulasi, pembungkusan, dan fermentasi. Peralatan yang digunakan masih sangat sederhana, yaitu: panci, dandang, saringan, wadah untuk mencetak, timbangan, kompor, dan rak bambu.
Perendaman bungkil kacang tanah dalam air selama 24 jam menyebabkan zat-zat lemak terpisah di atas permukaan air perendam. Sehingga mudah dipisahkan dan dibuang. Penambahan asam laktat berkonsentrasi 2 persen ke dalam air perendam hingga mencapai pH 4,6-4,7 sering dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi selama fermentasi. Proses selanjutnya adalah pemerasan bungkil untuk mengeluarkan kelebihan air dan sisa minyak. Kemudian dicuci untuk memisahkan kotoran dan ditiriskan. Selanjutnya ditambahkan bahan pencampur berupa ampas tahu, ampas singkong, atau tepung tapioka, diaduk dan dikukus selama 45-90 menit. Penambahan bahan pembantu tapioka sebanyak 1 persen sangat mempengaruhi pertumbuhan kapang dalam proses fermentasi. Jika tidak ditambahkan tapioka, maka pertumbuhan kapang menjadi lambat dan pembentukan flavor juga sedikit. Setelah dikukus, bahan didinginkan terlebih dahulu, kemudian dicetak serta ditaburi spora kapang, ditutup dengan daun pisang, diletakkan pada rak bambu dan disimpan di tempat gelap selama 24 jam sampai 48 jam. Pada waktu dipindahkan ke atas rak bambu, oncom tidak boleh disentuh karena dapat menyebabkan hasilnya menjadi asam. Agar pemasaran oncom menjadi lebih menarik, maka oncom harus dikemas secara baik dengan kemasan plastik atau daun pisang
Mutu & Nilai Gizi Banyak orang yang kurang menghargai oncom dibandingkan hasil olahan kacang-kacangan yang lain, seperti tahu dan tempe. Pandangan negatif tersebut muncul karena oncom terbuat dari ampas tahu atau bungkil kacang tanah. Pandangan tersebut sangatlah keliru karena sesungguhnya oncom memiliki nilai dan mutu gizi yang baik akibat proses fermentasi (Tabel 2 dan Tabel 3). Dari kedua Tabel tersebut diketahui bahwa oncom bungkil kacang tanah memiliki protein, lemak, dan padatan terlarut yang lebih tinggi dibandingkan oncom ampas tahu.
Hal lain yang perlu disempurnakan agar daya terima masyarakat meningkat terhadap oncom, adalah yang menyangkut penampilan, bentuk, serta warnanya. Untuk lebih meningkatkan daya terima oncom di masyarakat luas, perlu diperhatikan masalah sanitasi bahan baku, peralatan pengolah, dan lingkungan, serta higiene pekerja yang menangani proses pengolahan. Dengan adanya proses fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan yang tadinya bersifat kompleks akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Sehingga lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Proses fermentasi oleh kapang juga akan menghasilkan komponen flavor dan citarasa sehingga jadi lebih disukai oleh konsumen.
Pernahkah Anda merasakan perut jadi kembung dan selalu ingin buang gas setelah makan kedelai rebus? Gejala tersebut sangat umum terjadi akibat terbentuknya gas oleh proses fermentasi oligosakarida yang terkandung di dalam kedelai yaitu raffinosa dan stakhiosa oleh aktivitas mikroba di dalam perut. Proses fermentasi oleh kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus juga telah dibuktikan dapat mencegah terjadinya efek flatulensi (kembung perut).
Selama proses fermentasi oncom, kapang akan menghasilkan enzim alpha-galaktosidase yang dapat menguraikan raffinosa dan stakhiosa kedelai sampai pada level yang sangat rendah, sehingga tidak berdampak pada terbentuknya gas.
Saat pembuatan oncom, sangat penting untuk memperhatikan masalah sanitasi dan higiene untuk mencegah timbulnya pencemaran dari mikroba-mikroba lain. Terutama kapang Apergillus flavus yang mampu memproduksi racun aflatoksin. Akan tetapi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan racun aflatoksin, karena kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus mampu berperan sebagai penekan produksi aflatoksin.
Penggunaan kapang Neurospora sitophila dalam proses fermentasi bungkil kacang tanah dapat mengurangi kandungan aflatoksin sebesar 50 persen Sedangkan penggunaan kapang Rhizopus oligosporus dapat mengurangi aflatoksin bungkil sebesar 60 persen. Aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus yang tumbuh pada kacang-kacangan dan biji-bijian yang sudah jelek mutunya. Untuk mencegah terbentuknya aflatoksin, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan bahan baku yang masih baik mutunya.
Komposisi zat gizi bungkil kacang tanah & ampas tahu Energi (kkal) 336 dan 414
Protein (g) 37,4 dan 26,6
Lemak (g) 13 dan 18,3
Karbohidrat (g) 30,5 dan 41,3
Kalsium (mg) 730 dan 19
Fosfor (mg) 470 dan 29
Besi (mg) 30,7 dan 4
VItamin B1 (mg) 0,0 dan 0,02
Air (g) 14 dan 9
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981)